BELAJAR (LEARNING)
Belajar (learning): perubahan perilaku yang relatif
menetap yang terjadi melalui pengalaman.
Belajar ada dua macam:
– Observational
learning: pembelajaran diperoleh dengan mengamati apa yang orang
lain lakukan dan katakan.
– Associative
learning: pembelajaran dilakukan dengan melakukan suatu koneksi atau
asosiasi antara dua peristiwa.
Pengondisian (Conditioning): merupakan suatu proses
mempelajari asosiasi.
Terdapat dua jenis pengondisian:
1.
Pengondisian klasikal (classical conditioning):
organisma mempelajari asosiasi antara dua stimulus. Melalui hasil asosiasi ini,
organisma belajar untuk melakukan antisipasi atas suatu peristiwa. Misalnya:
segera menutup telinga saat melihat kilatan petir à antisipasi suara guntur
yang memekakkan telinga.
2.
Pengondisian operan (operant conditioning): organisma
mempelajari asosiasi antara suatu perilaku dan konsekuensi/ akibat dari
perilaku tersebut. Misal: belajar tekun (perilaku) menghasilkan nilai yang
tinggi (konsekuensi). Sebagai akibat pengetahuan akan asosiasi ini, organisma
belajar meningkatkan perilaku yang diikuti oleh pemberian penghargaan (rewards)
dan mengurangi perilaku yang menghasilkan hukuman (punishments).
Contoh:
Anak akan
mempertahankan perilaku mencium tangan saat bertemu dengan orang dewasa karena
ia mendapat pujian ”anak manis” atau ”anak pintar” dari orangtuanya dan dari
orang dewasa lainnya.
Anak batita belajar untuk mengatakan ”pipis” atau ”pup” karena ia mendapat
teguran dari orangtua/ pengasuh saat BAB/ BAK di celana atau merasa tidak
nyaman dengan celananya yang basah dan kotor.
Pengondisian Klasikal (Classical Conditioning)
Studi Pavlov
Seorang Fisiologis Rusia Ivan Pavlov pada tahun 1900 an
melakukan penelitian tentang bagaimana tubuh mencerna makanan. Di awal
penelitiannya, ia secara teratur meletakan bubuk daging ke dalam mulut seekor
anjing, yang kemudian membuat anjing tersebut mengeluarkan air liur. Kemudian,
Pavlov berpendapat bahwa makanan tersebut bukanlah satu-satunya stimulus yang
membuat anjing tsb mengeluarkan liurnya.
Liur anjing tersebut merupakan suatu respon terhadap
sejumlah stimulus yang diasosiasikan dengan makanan, seperti tampilnya mangkuk
makanan, munculnya individu yang membawa makanan ke dalam ruangan, dan suara
pintu yang menutup saat makanan tsb datang. Asosiasi yang dilakukan
anjing terhadap stimulus mangkuk, sosok yang membawa makanan, dan suara pintu
dengan makanan merupakan contoh pengondisian klasik.
Pavlov melihat bahwa perilaku anjing meliputi
komponen-komponen yang dipelajari (learned) dan yang tidak dipelajari (unlearned).
Bagian yang tidak dipelajari (unlearned) dari pengondisian klasik berdasarkan
pada fakta bahwa sejumlah stimuli secara otomatis menghasilkan respons tertentu
terpisah dari segala bentuk pembelajaran sebelumnya, merupakan hal bawaan (inborn)
atau terberi (innate) dari organisma tsb. Refleks merupakan hubungan
yang otomatis antara stimulus-response. Pada anjing Pavlov, refleks terlihat
pada keluarnya air liur sebagai respon terhadap makanan. Contoh lain dari
refleks antara lain rasa mual saat mencium makanan basi/ busuk, tubuh menggigil
saat kedinginan, batuk saat kerongkongan terasa gatal, dan menyempitnya pupil
saat melihat cahaya yang menyilaukan.
Unconditioned Stimulus/ UCS:
merupakan stimulus yang menghasilkan suatu respons tanda adanya proses
pembelajaran sebelumnya. Makanan dalam eksperimen Pavlov merupakan UCS.
Uncoditioned Response (UCR): merupakan suatu respon yang tidak
dipelajari yang secara otomatis dimunculkan oleh UCS. Pada eksperimen Pavlov,
liur yang keluar dan menetes dari mulut anjing Pavlov adalah UCR.
Stimulus yang dikondisikan (Conditioned Stimulus/ CS):
merupakan stimulus yang sebelumnya netral namun akhirnya mendatangkan respons
yang terkondisi (UR) setelah diasosiasikan dengan UCS.
Respons yang dikondisikan (Conditioned Response/ CR):
merupakan repons yang dipelajari terhadap stimulus yang terkondisi yang timbul
setelah pemasangan CS – UCS.
Acquisition
(Pemerolehan)
Acquisition dalam classical conditioning
merupakan periode pembelajaran hubungan stimulus-respons. Hal ini meliputi
suatu stimulus netral yang diasosiasikan dengan UCS dan kemudian menjadi CS
yang mendatangkan CR. Dua aspek acquisition yang penting adalah: timing
(waktu) dan contingency/ predictability (kebetulan/ dapat diramalkan).
Waktu interval (timing) antara CS dan UCS merupakan
satu aspek penting dalam classical conditioning. Interval waktu menjelaskan
kontak (contiguity) atau keterkaitan antara waktu dan ruang suatu
stimuli. Conditioned response (CR) berkembang ketika CS dan UCS
berhubungan, dan muncul dengan selang waktu berdekatan. Terdapat rentang waktu
optimal, dimana organisma kemudian melakukan hubungan antara CS dan CR. Pada
eksperimen Pavlov, apabila bel baru berbunyi 20 menit setelah makanan tersaji,
anjing tidak akan menghubungkan bunyi bel dengan kehadiran makanan.
Selama acquisition, suatu CS harus dipasangkan
dengan UCS beberapa kali untuk membangun suatu CR yang kuat. Bunyi bel dapat
segera menjadi CS jika diiringi dengan pemberian makanan. Namun, jika UCS
intens dan menyakitkan, seperti kejutan listrik (electric shock) atau
situasi/ peristiwa yang traumatik, maka conditioning dapat terjadi
walaupun hanya terjadi satu kali pemasangan CS-UCS. Rangkaian dan interval
waktu CS-UCS juga memengaruhi conditioning. Pembelajaran biasanya
timbul dengan cepat setelah terjadi penundaan singkat (delayed
conditioning) dalam pemasangan CS-UCS. Misalnya bunyi bel (CS) mucul
pertama kali dan tetap berbunyi hingga makanan (UCS) muncul. Pada delayed
conditioning, kehadiran CS mendahului muculnya US
Pada pemasangan maju (forward pairing/
forward conditioning), bel mungkin akan berbunyi atau tidak berbunyi, dan
kemudian segera diikuti dengan pemberian makanan. Yang terbaik adalah CS
diberikan dua atau tiga detik sebelum UCS. Pemasangan maju memiliki nilai
adaptif karena hadirnya CS merupakan sinyal akan munculnya UCS. Di sisi lain,
menghadirkan CS and UCS secara bersamaan (simultaneous conditioning/
simultaneous pairing) membuat pengondisian terjadi kurang cepat. Hal ini
antara lain disebabkan subyek tidak memiliki waktu untuk mengantisipasi UCS,
dan CS (bel) tidak dinggap bagian dari UCS. danPembelajaran sangat lambat
terjadi jika CS hadir setelah UCS (backward conditioning/ backward pairing/
pemasangan mundur).
Dapat
disimpulkan, bahwa classical conditioning yang kuat biasanya terjadi jika: Dapat disimpulkan, bahwa classical conditioning yang kuat
biasanya terjadi jika:
–
terdapat pengulangan pemasangan CS-UCS
–
UCS lebih intensif/ lebih kuat
–
Rangkaian meliputi pemasangan maju (forward pairing)
–
Interval waktu yang singkat antara CS dan UCS
Extinction (pemunahan) and spontaneous
recovery (pemulihan spontan)
Fungsi classical
conditioning adalah membantu organisma beradaptasi dengan lingkungannya.
Apabila suatu CR tidak lagi dibutuhkan, maka respons tersebut dapat
dihilangkan melalui pemunahan (extinction). Extinction merupakan
suatu proses dimana CS dihadirkan berulang-ulang tanpa disertai UCS. Hal ini
menyebabkan CR melemah dan pada akhirnya hilang/ punah. Setiap kehadiran CS
tanpa UCS disebut extinction trial. Ketika Pavlov secara berulang-ulang
membunyikan bel tanpa disertai makanan, sang anjing pada akhirnya tidak berliur
saat bel berbunyi. Namun, hal ini tidak berarti jejak pembelajaran hilang sama
sekali. Karena di kesempatan lain, saat bel dibunyikan kembali, sang anjing
berliur kembali. Hal ini disebut pemulihan spontan (spontaneous
recovery): muculnya kembali CR yang sebelumnya telah punah setelah periode
istirahat, dan tanpa adanya percobaan pembelajaran (learning trials)
yang baru.
Generalisasi
dan Diskriminasi
(untuk animasi silakan buka:
www.gyed.mhcls.com/connectext/psy/ch06/watson.mhtml)
Generalisasi dalam classical conditioning merupakan suatu kecenderungan
stimulus baru yang serupa dengan CS yang asli untuk membangkitkan suatu respons
yang serupa dengan CR. Dengan prinsip generalisasi ini, kita tidak perlu lagi
belajar mengendarai motor/ mobil saat kita berganti kendaraan atau saat
berkendara ke tempat yang berbeda.
Generalisasi stimulus tidak selalu menguntungkan. Misalnya:
kucing yang menggeneralisasikan ikan kecil dengan ikan piranha tentunya menjadi
sulit mencari makan. Karenanya melakukan diskriminasi antara stimulus merupakan
hal yang penting. Diskriminasi dalam classical conditioning adalah
proses belajar untuk berespon terhadap stimulus tertentu dan tidak berespon
terhadap stimulus lainnya. Untuk menghasilkan diskriminasi, Pavlov
memberikan makanan ke anjing hanya setelah bel berbunyi dan tidak setelah
bunyi-bunyi lainnya. Melalui cara ini, anjing belajar untuk membedakan antara
bel dan bunyi-bunyi lainnya.
Classical
Conditioning pada Manusia
Phobia (baca: fobia) merupakan ketakutan yang irasional. Salah
satu eksperimen yang menggunakan classical coniditioning adalah eksperimen yang
kemudian disebut “Little Albert”. Melalui eksperimen ini, John Watson membuktikan
bahwa rasa takut bisa dikondisikan atau dibuat. Dalam eksperimen ini, Watson
memperlihatkan seekor tikus putih kepada Albert, bayi laki-laki berusia 11
bulan. Saat Albert bermain dengan putih tikus tersebut, dibunyikanlah bel/
bunyi yang memekakakkan telinga yang membuat Albert kaget dan takut. Setelah
tujuh kali pemasangan tikus putih – bunyi, Albert menunjukkan rasa takut pada
tikut tersebut bahkan saat tidak ada bunyi yang memekakkan telinga. Rasa takut
itu kemudian digeneralisasikan terhadap kelinci, anjjing, dan jaket kulit.
Eksperimen yang dilakukan pada tahun 1920 ini pada saat ini dianggap melanggar
kode etik. Watson telah membuat Albert takut pada benda yang berbulu yang mana
ketakutan ini mungkin akan terus dialami setelah eksperimen berakhir.
0 komentar:
Posting Komentar